22222

Jumpa pertama Pep Guardiola dan Antonio Conte di laga kompetitif bakal menyajikan adu kecerdasan kelas dunia.

Sama-sama menjalani musim debut di Liga Primer Inggris dan sama-sama terobsesi dengan taktik.

Pep Guardiola dan Antonio Conte bersiap masuk ke dalam satu ring untuk melakoni pertarungan kompetitif perdana mereka sebagai manajer ketika Manchester City dan Chelseaberduel di Etihad Stadium, Sabtu (3/12).

Hanya dipisahkan jarak satu poin di papan atas klasemen, laga City versus Chelsea ini layak dianggap sebagai bigmatch terbesar Liga Primer musim ini. Semua itu berkat adaptasi cepat Guardiola dan Conte dengan kehidupan baru mereka di Inggris.

Guardiola tiba di Manchester dengan status “football’s worst-kept secret” setelah tidak tahan untuk mengungkapkan rahasia yang seharusnya ia simpan rapat-rapat sampai akhir musim: ia ingin mencari tantangan baru di Inggris. Konfirmasi kedatangannya ke Etihad pun diumumkan dini, pada 1 Februari lalu.

Manuel Pellegrini, manajer yang akan digantikannya, sempat mengeluhkan keputusan Guardiola itu karena mengganggu konsentrasi para pemain The Citizens. Kendati demikian, riwayat trofi Guardiola yang melegenda di Barcelona dan Bayern Munich sudah cukup untuk membuat fans City langsung jatuh cinta kepadanya.

Taktik sepakbola menyerang yang selama ini diusung Pellegrini memudahkan Guardiola untuk menyuntikkan filosofinya ke dalam tim. Dengan sedikit modifikasi dan pengorbanan — membuang Joe Hart misalnya — Guardiola mampu memberikan hasil nyata di awal musim berupa kemenangan beruntun di sepuluh laga pertama.

Namun, performa intensitas tinggi dan menekan dari Tottenham Hotspur sempat menghentikan laju City dan sejak itu mereka tanpa kemenangan selama lima laga di semua ajang, termasuk kalah telak 4-0 kontra Barcelona saat Guardiola pulang ke Camp Nou. Lewat evaluasi yang tidak bertele-tele, Guardiola kini mampu membetulkan kapal City yang sempat oleng.

Di kubu seberang, Conte tiba di Stamford Bridge dengan misi membangkitkan tim yang babak belur akibat bencana hebat di musim lalu. Pengalaman Conte yang mampu memulihkan martabat Juventus sebagai raja Italia membuat Roman Abramovich yakin bahwa ia telah menunjuk orang yang tepat. Hasilnya, The Blues hingga pekan ke-13 mampu memuncaki klasemen sementara Liga Primer.

Jika ada yang pihak yang paling pantas mendapat ucapan terima kasih dari Conte, maka orang itu mungkin adalah manajer Arsenal Arsene Wenger. Pasalnya, kekalahan 3-0 dari Arsenal pada akhir September lalu telah menginspirasi Conte untuk mengubah formasinya menjadi 3-4-3 yang terbukti sukses besar. Tujuh partai dilalui Chelsea menggunakan taktik baru itu, tujuh kemenangan mereka raih dengan selisih gol fantastis 19-1.

“Sekarang kami merupakan tim yang berbeda. Kami memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Meski begitu, penting untuk tetap rendah hati. Kami harus tetap melanjutkan pekerjaan yang belum selesai ini,” ujar Conte, seperti dikutip BT Sport setelah berhasil memetik kemenangan comeback 2-1 atas Tottenham di laga terakhir.

Keberhasilan Conte dan Guardiola membawa Chelsea dan City bersaing papan atas klasemen menjadikan bentrok kedua tim pada akhir pekan ini bakal sulit diprediksi. Sebagai tuan rumah, City tentu punya keuntungan tersendiri, namun mental Chelsea yang sudah pulih membuat faktor kandang atau tandang tidak akan terlalu krusial. Sebagai gantinya, pertarungan taktik antara Guardiola dan Conte bakal jauh lebih penting.

Performa terburuk Chelsea hadir saat mereka takluk di kandang dari Liverpool (2-1) dan saat dihajar Arsenal di Emirates (3-0). Ketika itu, Liverpool dan Arsenal mampu menekan mereka sejak awal pertandingan dengan kecepatan tinggi. Meski dalam dua laga itu belum beralih formasi ke 3-4-3, kelemahan Chelsea kembali terekspos saat menjamu Tottenham pada akhir pekan lalu. Chelsea kebobolan gol terlebih dulu sebelum akhirnya berhasil membalikkan keadaan.

Menariknya, City memiliki kemampuan alami untuk membuat kekacauan seperti yang dilakukan Arsenal, Liverpool, dan Tottenham. Gelandang serang gesit seperti Raheem Sterling, Nolito, dan Kevin De Bruyne siap memberikan ancaman konstan sejak kick-off. Ditambah dengan bantuan full-back agresif dan kembalinya Sergio Aguero ke performa terbaik, maka trio bek sentral Chelsea yang bertameng N’Golo Kante harus bekerja ekstra keras.

Duo wing-back Chelsea, Marcos Alonso dan Victor Moses, sejauh ini mampu menjalankan tugasnya dengan baik, namun mereka belum mendapat ujian berat seperti yang akan disiapkan City. Dan ketika Alonso dan Moses dipaksa bertahan, maka keduanya tidak bisa menjalin koneksi dengan Eden Hazard dan Pedro Rodriguez. Serangan Chelsea pun terhambat.

City sendiri juga harus waspada di lini belakang. Gagal clean sheet dalam lima partai terakhir menjadi lampu kuning bagi mereka. Penguasaan bola tidak mutlak diperlukan oleh City. Sedikit saja celah terbuka, maka serangan balik Chelsea siap memberikan mimpi buruk. Guardiola diperkirakan akan memainkan dua gelandang jangkar untuk bisa mempersempit ruang gerak trio Diego Costa, Hazard, dan Pedro.

Conte dipastikan akan tetap setia dengan 3-4-3 – taktik yang hingga kini belum ada obat penawarnya. Sementara untuk menebak formasi City masih sulit, sebab Guardiola cenderung akan menyesuaikan diri dengan strategi dan kelemahan lawan mereka.

Selain adu taktik di lapangan, menarik pula untuk menyimak bagaimana Conte dan Guardiola akan bertingkah di technical area, mengingat keduanya tergolong tipe manajer yang hiperaktif. Conte siap berteriak-teriak untuk membakar semangat Gary Cahill dkk. agar bermain total. Sementara Guardiola akan sangat cerewet agar para pemainnya tidak melenceng dari taktik yang sudah disepakati di ruang ganti.

Pada akhirnya, hasil akhir di laga ini bakal tidak lebih penting daripada kehadiran Guardiola dan Conte itu sendiri. Liga Primer-lah yang akan menjadi pemenang sejati karena bisa memiliki dua genius sepakbola ini.

LEAVE A REPLY