Laga Bola – Mungkin tidak terlau banyak pemain bola Asia yang meraih sukses besar di Eropa secara konsisten dan lama. Tapi Park Ji Sung adalah sebuah pengecualian, dan dia adalah sosok panutan dari Benua Kuning.

Selasa, 12 April 2011 kemarin bisa jadi hari yang paling membahagiakan bagi Park Ji Sung. Di Stadion Old Trafford, kandang Manchester United, Park pada menit ke-77 pertandingan leg kedua babak perempat final Liga Champions Eropa melawan Chelsea menciptakan gol dengan tendangan kaki kirinya yang semakin menjadi penentu lolosnya “Setan Merah” ke babak semifinal.

Satu gol tersebut cukup vital bagi United karena dicetak hanya 22 detik setelah Didier Drogba menyamakan skor menjadi 1-1, sehingga kembali meruntuhkan semangat para pemain Chelsea untuk berusaha mengungguli Setan Merah.

Satu gol tersebut juga menjadi penahbisan Park sebagai big match player. Secara kuantitas dia memang sedikit menciptakan gol, namun justru gol-gol dicetaknya pada pertandingan penting seperti melawan The Blues kemarin. Sejauh musim ini ia baru menciptakan 7 gol: 4 gol di Liga Inggris, 2 gol di Piala Liga dan satu yang dibuatnya di Liga Champions Eropa melawan Chelsea.

Tiga dari empat gol yang dicetaknya di Liga Inggris musim ini juga menjadi penentu kemenangan United atas lawan-lawannya. Park mencetak keseluruhan dua gol bagi United sehingga menang 2-1 melawan Wolverhampton Wonderers di awal November 2010. Kemudian dia juga membuat satu-satunya gol kemenangan timnya atas Arsenal di Old Trafford dengan skor akhir 1-0 medio Desember lalu.

Sebelumnya di Liga Champions Eropa musim 2008/2009, Park menciptakan dua gol masing-masing ke gawang AC Milan di babak 16 besar dan ke gawang Arsenal di babak semifinal.

Park Ji Sung yang bergabung dengan United sejak musim panas 2005 telah berhasil meraih tiga gelar Juara Liga Inggris, tiga gelar Juara Piala Liga Inggris, Juara Liga Champions Eropa dan Juara FIFA Club World Cup bersama Manchester United.

Kesuksesan bersama Red Devils tidaklah diraih dengan mudah. Pria 30 tahun itu harus bekerja keras untuk meniti karir di klub sebesar Manchester United dengan pemain-pemain berlevel internasional. Namun bagi Park, kerja keras telah biasa dilakukannya.

Lahir tanggal 25 Februari 1981 di Seoul, Korea Selatan, Park kemudian tumbuh dewasa di Suwon, sebuah kota satelit berjarak 30 km di selatan Seoul. Konon karena tubuhnya yang kecil, orang tua Park membuatkan ramuan jus katak untuk diminum agar badannya bisa berkembang lebih besar lagi. Alasan tubuh yang kecil pula yang menyebabkan Park kesulitan masuk klub sepakbola profesional di Korsel sehingga pada tahun 1999 akhirnya bergabung dengan tim Myongji University.

Setahun kemudian, klub Divisi Dua Liga Jepang, Kyoto Purple Sanga menawarkan kontrak untuk bergabung dan Park menerima tawaran tersebut. Di klub inilah Park mulai menemukan sinar terang dalam karir sepakbolanya dengan membawa klubnya menjadi juara Divisi Dua pada tahun 2001 dan promosi ke Divisi Utama Liga Jepang. Park pun berperan dalam keberhasilan timnya menjadi juara Emperor’s Cup pada tahun 2002, piala yang sekelas dengan Piala Liga di negara lain.

Melihat prestasinya tersebut, Park yang masih berusia 21 tahun kemudian dipanggil bergabung ke timnas negaranya di Piala Dunia 2002 yang berlangsung di Jepang dan Korsel. Penampilannya yang fenomenal terjadi pada tanggal 14 Juni 2002, ketika Korsel bertanding melawan Portugal di Stadion Munhak, kota Incheon pada babak penyisihan Grup D. Dalam kedudukan 0-0, pada menit ke-71, Park mencetak gol satu-satunya dalam pertandingan tersebut di hadapan 50.239 penonton termasuk Presiden Korsel saat itu, Kim Dae-Jung.

Pasca Piala Dunia 2002, Park pun kembali ke Kyoto Purple Sanga. Setahun kemudian mantan pelatihnya di timnas Korsel, Guus Hiddink, yang sudah menjadi manajer di klub PSV Eindhoven, Belanda merekrut Park dan rekannya di timnas Korsel, Lee Young-Pyo untuk bergabung. Di musim pertamanya, Park mengalami kesulitan untuk menembus tim inti karena didera cedera. Baru di musim keduanya, Park bisa beradaptasi dengan baik dan sangat berperan di lini tengah PSV apalagi Arjen Robben telah pindah ke Chelsea.

Kontribusi terbaiknya ketika Park berhasil mencetak gol dan membawa PSV menang 3-1 melawan AC Milan di semifinal Liga Champions Eropa musim 2004-2005. Meskipun akhirnya PSV kalah secara aggregat, penampilan Park menarik perhatian tersendiri bagi para manajer klub-klub Eropa termasuk Sir Alex Ferguson, yang kemudian merekrutnya bergabung ke Manchester United di musim panas 2005 dengan harga transfer 4 juta poundsterling.

Park yang sudah berkeinginan kuat untuk bermain di Liga Inggris menerima tawaran tersebut. Namun tak banyak yang tahu bahwa keputusan Park ditentang Hiddink, yang sudah seperti mentor pribadinya. Hiddink meminta Park untuk tinggal lebih lama di PSV dan kemudian bergabung dengan Chelsea. Karena keputusannya tersebut, Park merasa telah mengkhianati Hiddink dan hubungan mereka berdua sempat renggang.

Karir Park di United bisa dibilang cukup sukses. Di musim pertamanya, Park bermain di liga sebanyak 33 kali sebagai starter, mencetak debut gol melawan Arsenal dan meraih medali pertama sebagai juara Piala Liga.

Bisa jadi kekecewaan terbesar baginya dan bagi rakyat Korea Selatan adalah kegagalannya tampil di Final Liga Champions Eropa 2008 di Stadion Luzhniki, Moskow. Bermain baik di babak perempatfinal dan semifinal, semestinya Park bisa bermain menjadi starter di babak final dan mencatatkan dirinya sebagai pemain Asia pertama yang bermain di Final Liga Champions Eropa. Namun Fergie berkata lain, Park tidak dimainkan dan bahkan tidak masuk daftar pemain cadangan. Setahun kemudian Park akhirnya tampil di Final Liga Champions Eropa 2009 di Stadion Olimpico, Roma.

Setelah pensiun dari tim nasional Korea Selatan dengan membawa timnya menjadi juara ketiga Piala Asia 2011 di Qatar bulan Januari lalu, kini Park Ji Sung semakin fokus untuk terus berkarier bersama MU, di mana kontraknya akan berakhir musim panas tahun 2012.

Musim ini pun Ji Sung masih berkesempatan menambah raihan prestasinya bersama United di mana sementara ini masih memimpin klasemen Liga Inggris dengan 6 pertandingan tersisa, dan masuk babak semifinal Liga Champions Eropa serta Piala FA.

Park telah melewati berbagai tahapan dalam kehidupan profesionalnya. Dia menjadi pemain sepakbola Asia yang paling sukses di Liga Inggris. Meskipun kemampuannya tidak semenonjol Wayne Rooney atau Cristiano Ronaldo, namun ia menutupinya dengan bekerja keras di lapangan maupun selama menjalani latihan. Bahkan karena work-rate yang tinggi di lapangan dan seperti tidak pernah kehabisan stamina sehingga mampu bermain konsisten selama 90 menit, fans United pun memberinya julukan “Three-Lung Park”.

Kerja keras dan pantang menyerah serta profesionalisme yang dimiliki Park Ji Sung menjadi kiat yang patut dicontoh bagi pemain sepakbola Asia lainnya yang ingin sukses di liga-liga Eropa termasuk pemain asal Indonesia yang ingin sukses di level internasional.

LEAVE A REPLY