Laga Bola – Pengamat sepakbola Ari Junaedi menyayangkan keputusan Komite Banding yang meloloskan pasangan George Toisutta-Arifin Panigoro. Menurut dia, Indonesia harus siap-siap menerima skorsing dari FIFA. “Keputusan ini menunjukkan hancurnya logika akal sehat. Kita harus siap-siap menerima sanksi FIFA,” tutur Ari.
Menurut pengajar di Universitas Diponegoro itu, Komding sudah melanggar kewenangan yang dimiliki, karena semestinya tidak bisa memproses banding GT-AP, karena yang bersangkutan tidak punya hak banding setelah tidak diloloskan oleh Komite Normalisasi.
Ia menegaskan, surat-surat yang telah dikeluarkan FIFA terkait kekisruhan ini semestinya dipatuhi semua pihak, terutama oleh kubu GT-AP, yang dinilai masih ngotot dan “memaksakan kehendak melalui Kelompok 78”.
Untuk menghindari sanksi dari FIFA, lanjut Ari, sebelum melaporkannya kepada badan sepakbola dunia itu, Komite Normalisasi harus mengambil tindakan atas keputusan Komding tersebut.
“Saat ini KN mementahkan keputusan tersebut. Agum harus punya kebijakan itu karena Komding sudah menyalahi kewenangan mereka, kenapa masih meloloskan orang-orang yang sudah ‘diharamkan’ oleh FIFA. Ini sebuah penyimpangan kewenangan dari Komding,” ujarnya.
“Saya kira Pak Agum dan KN punya kewenangan untuk mementahkan atau mengoreksi keputusan Komding ini. Saya yakin KN akan melakukan itu, dan apapun keputusan mereka nanti, kita semua harus menghormati dan menerima. Jika tidak, maka kita harus siap-siap menerima sanksi skorsing dari FIFA, atau mungkin itu yang dihendaki kelompok 78.
“Kalau diskorsing, kita semua rugi. Sponsor-sponsor rugi, akan ada PHK, pemotongan gaji, dan lain-lain. Dan kalau itu terjadi, menurut saya dalam kasus ini adalah disebabkan arogansi kekuasaan.”
Apabila pada akhirnya Indonesia betul-betul diskorsing FIFA, Ari berharap langkah pertama yang harus dilakukan untuk memulai kehidupan persepakbolaan tanah air dari nol lagi adalah “membuang ego-ego kepentingan orang-orang yang punya syahwat besar untuk menjadi ketua”.
“Kalau memang peduli pada sepakbola Indonesia, kan tidak perlu menjadi ketua umum, misalnya. Saya kira banyak orang-orang muda yang mampu mewakafkan waktu dan tenaganya untuk PSSI, atau mereka yang bertekad memberi makan pada PSSI, bukan sebaliknya. Juga bukan orang-orang yang tidak ada kerjaan untuk mengurus PSSI. Mereka harus punya kualifikasi, tekad untuk memajukan sepakbola nasional,” tutup Ari.